Skip to content

PEF Newsletter Nov 18: Efek Langsung Bencana Alam Terhadap Pendapatan Daerah (1)

Bencana alam berupa gempa bumi di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) selama bulan Juli-Agustus lalu, serta gempa bumi yang diikuti oleh tsunami di Provinsi Sulawesi Tengah pada bulan September lalu mengakibatkan duka yang sangat mendalam. Berdasarkan rilis data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 21 Oktober 2018, kedua bencana tersebut menimbulkan korban jiwa setidaknya 2.820 orang, dengan 6.196 orang luka-luka, 1.309 orang hilang, dan 669.094 orang dalam pengungsian.

Selain korban manusia, bencana tersebut juga meninggalkan kerugian materil yang sangat besar. BNPB mengestimasi kerugian atas bencana di NTB mencapai Rp17,13 triliun, sementara kerugian atas bencana di Sulawesi Tengah mencapai Rp13,82 triliun. Nilai kerugian ini masih bersifat sementara, seiring dengan verifikasi lanjutan di lapangan. Angka sebesar itu utamanya disebabkan sangat banyak bangunan dan infrastruktur yang hancur akibat bencana.

Dampak dari bencana ini tentu saja dirasakan pula oleh pemerintah daerah (pemda) setempat. Pemda wajib menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk kesejahteraan masyarakat setempat. Dengan bencana ini, amanat pembangunan yang wajib dilakukan pemda setempat dapat dipastikan akan terhambat. Fokus terhadap penanganan pasca bencana akan menjadi prioritas ke depannya.

Dalam pandangan PEFINDO, bencana akan berdampak pada keseluruhan struktur APBD pemda setempat, yaitu pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Pada artikel ini, kami akan menganalisis efeknya terhadap keuangan pemda, khususnya pendapatan daerah. Dalam analisis berikut, kami akan menggunakan basis data Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Provinsi NTB, Kota Mataram (ibukota NTB), Provinsi Sulawesi Tengah, dan Kota Palu (ibukota Sulawesi Tengah) tahun anggaran 2017.

Pendapatan daerah

Struktur pendapatan pemda di Indonesia terdiri dari pendapatan asli daerah (PAD), pendapatan transfer dari pemerintah pusat/pemda lainnya, serta lain-lain pendapatan yang sah. Berdasarkan LRA tahun 2017, diketahui bahwa keempat pemda setempat masih sangat bergantung pada pendapatan transfer, dengan rentang rasio pendapatan transfer terhadap total pendapatan sebesar 65,36%-75,59%.

Pendapatan asli daerah

Kami meyakini kemampuan pemda dalam menghasilkan PAD pasca bencana akan menurun. Hal ini disebabkan sebagian basis objek pajak daerah merupakan aset masyarakat yang rusak/hilang yang termasuk ke dalam kerugian materil akibat bencana ini. Aset yang dimaksud adalah kendaraan bermotor (objek pajak provinsi) serta tanah dan bangunan (objek pajak kabupaten/kota).

Jenis pajak provinsi yang berbasis aset adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama atas Kendaraan Bermotor (BBNKB). Kontribusi kedua jenis pajak ini pada tahun 2017 terhadap PAD Provinsi NTB mencapai 37,86% dan Provinsi Sulawesi Tengah mencapai 44,83%. Sementara itu, jenis pajak kabupaten/kota yang berbasis aset adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi Bangunan-Perdesaan/Perkotaan (PBB-P2), serta atas pajak atas pemanfaatan tanah dan bangunan tertentu, seperti Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan. Kontribusi kelima jenis pajak ini pada tahun 2017 terhadap PAD Kota Mataram mencapai 26,13% dan Kota Palu mencapai 22,33%.

Selain itu, kami menilai PAD yang bersumber dari pajak daerah lainnya, serta retribusi daerah, pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah akan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan masyarakat dan pelaku usaha akan memprioritaskan penggunaan dana yang dimiliki kepada kebutuhan dasar pemulihan pasca bencana. Dalam pandangan kami, kedua faktor tersebut akan menyebabkan penurunan PAD yang cukup signifikan.

Pendapatan transfer

Kami meyakini pemerintah pusat akan berpartisipasi aktif dalam pemulihan pasca bencana, meskipun kedua bencana tersebut bukan berstatus sebagai bencana nasional. Pemerintah pusat akan meningkatkan jumlah transfer yang diberikan kepada pemda setempat, terutama Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik yang merupakan transfer khusus untuk pelaksanaan belanja infrastruktur daerah. Pada tahun 2017, DAK berkontribusi terhadap sekitar 27% dari total pendapatan Provinsi NTB dan Sulawesi Tengah, serta berkontribusi terhadap sekitar 16% bagi total pendapatan Kota Mataram dan Palu.

Dana Alokasi Umum (DAU) cenderung akan stabil mengingat DAU dihitung berdasarkan formula yang sudah baku, yang utamanya ditujukan untuk membiayai belanja pegawai pemda. Sementara itu, kami menilai akan ada penurunan alokasi Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) dari pemerintah pusat, seiring dengan kebijakan penundaan kewajiban perpajakan (pajak pusat) di wilayah NTB dan Sulawesi Tengah dari Direktorat Jenderal Pajak. Untuk Kota Mataram dan Palu, kami menilai akan ada penurunan pendapatan transfer dari pemerintah provinsi seiring dengan penurunan pendapatan pajak provinsi.

Dalam pandangan kami, pendapatan transfer secara keseluruhan akan meningkat yang didorong oleh peningkatan alokasi DAK fisik dari pemerintah pusat untuk pemulihan infrastruktur pasca bencana, meskipun terdapat penurunan nilai DBHP. Namun, hal ini dapat terhambat jika mekanisme penganggaran tambahan alokasi DAK di Kementerian Keuangan tertunda mengingat tahun anggaran 2018 akan segera berakhir. Meskipun demikian, kami menilai alokasi DAK bagi pemda setempat akan lebih meningkat pada tahun anggaran 2019.

Lain-lain pendapatan yang sah

Kami menilai pendapatan lainnya akan meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan hibah yang berasal dari berbagai lembaga baik lokal maupun internasional, serta bantuan sukarela dari masyarakat. Selain itu, pemerintah pusat juga akan memberikan alokasi dana darurat yang akan digunakan utamanya dalam periode-periode awal terjadinya bencana. Sehubungan dengan kecilnya alokasi pendapatan lainnya dalam struktur pendapatan daerah setempat, kami menilai efeknya terhadap total pendapatan akan tidak signifikan.

Total pendapatan

Secara umum, kami menilai realisasi pendapatan pemda setempat tahun 2018 akan naik dari tahun sebelumnya. Kenaikan DAK fisik kami nilai akan melebihi penurunan PAD, mengingat besarnya kebutuhan pemulihan infrastruktur pasca bencana serta besarnya kontribusi pendapatan transfer terhadap total pendapatan. Meskipun demikian, kami turut mempertimbangkan pula proses penganggaran tambahan alokasi DAK di Kemenkeu yang memiliki potensi penundaan mengingat tahun anggaran 2018 akan segera berakhir. Meskipun demikian, kami menilai total pendapatan tahun 2019 akan lebih meningkat dibanding tahun 2018. (MTP/NIN/VWI)

Catatan:
Artikel ini pertama kali diterbitkan pada Newsletter PEFINDO edisi November 2018. Newsletter dapat diakses di link [PEF-Newsletter]. Pilihan bahasa, baik Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris dapat dipilih di pojok kanan atas pada laman tersebut.

Published inPEFINDO

Be First to Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *